Sesar atau Normal?

Sesar atau Normal? credit





Setelah sembilan bulan mengandung, tibalah saatnya pertemuan pertama saya dengan anak pertama saya. Saat masih enam bulan, dokter kandungan saya di Hermina Bekasi sudah menyarankan prosedur c-section (sesar) untuk kelahiran putri saya nanti. Alasannya adalah miopi saya yang sudah kelewat besar alias minus mata yang tinggi (sampai minus 7).

Saya yang sedari hamil, bahkan sebelum menikah, memiliki impian untuk melahirkan normal pun dilema. Apakah kondisi mata saya segitu parahnya sampai dokter sama sekali tidak menyarankan saya untuk berusaha melahirkan dengan normal. Tetapi karena suami dan orang tua, saya pun menyetujui keputusan tersebut dengan syarat, saya harus puas dan tidak lagi penasaran bahwa saya memang tidak disarankan untuk lahiran normal dengan memeriksakan diri pada dokter spesialis retina.

Meski dokter mata di Jakarta Timur Eye Center (JTEC) menyebut tidak ada masalah pada retina saya, bagus dengan sedikit penipisan, namun dia menyarankan saya kembali berkonsultasi dengan dokter kandungan karena khawatir mengejan bisa memberikan efek pada mata salah satunya bertambahnya minus mata hingga kebutaan.

Agar hati ini tenang, saya pun mencari berbagai bacaan dan bertanya sana sini mengenai operasi sesar. Prosesnya seperti apa, apa saja yang akan terjadi, pasca operasi seperti dan lain sebagainya. Tapi yang langsung membuat saya tenang soal keputusan sesar ini adalah,

"Mau sesar atau normal. Sama sama sakit kok."

Berbeda dengan lahiran normal, proses c-section ini merupakan operasi besar yang membutuhkan banyak pihak mulai dari dokter anastesi, dokter kandungan, asisten dokter, dan beberapa suster. Dan karena namanya operasi, jelas dilakukan di ruang operasi yang dingin, dengan peralatan steril, pakaian hijau khas dokter, dan tentu saja PISAU dan jarum suntik. Kondisi 'dingin' tersebut diperparah dengan peraturan dimana suami tidak boleh ikut masuk ke ruang operasi. Jadi ya sendirian aja deh masuk ruang operasi sambil menunggu dokter siap-siap.

Saat operasi
Sebelum operasi, saya disuntik anastesi terlebih dahulu. Saya memilih untuk bius sebagian agar saya bisa sadar dan bisa melihat putri saya sesaat setelah kelahiran. Bius seperti ini, disuntikkan di area tulang belakang. Dengan kondisi perut yang masih besar, saya diminta untuk membungkuk seperti udang dan tidak boleh bergerak sama sekali agar proses penyuntikan obat bius bisa berjalan dengan lancar.

Baru begini saja, saya sudah jiper dan langsung membatu tidak bergerak sama sekali karena takut. Bius seperti ini memiliki resiko yang cukup fatal. Salah suntik, pasien bisa lumpuh.

Lanjut. Setelah proses penyuntikan, dokter menyebut bahwa kaki saya akan terasa hangat dan kesemutan. Setelah sensasi itu hilang, bagian perut hingga ujung kaki saya pun akan mati rasa. Kalau seudah begini, dimulailah proses operasi sesar.

Saya yang masih sadar, juga bisa melihat apa yang para dokter lakukan. Well, jelas sih tidak, tapi lumayanlah *freak*.

Berbeda dengan sesar, untuk kelahiran normal momen ini adalah momen untuk menahan kontraksi, yang bisa berlangsung berjam-jam, dan mengejan dan kesakitan.

Ah, saya juga punya 'souvenir' dari lahiran. credit photo


Pasca operasi
Nah, ini yang paling membedakan. Setelah proses operasi, saya tidak boleh langsung duduk. Saya harus melatih diri saya untuk memiringkan badan ke kanan dan ke kiri secara bergilir dan rutin. Percayalah, untuk sekedar memiringkan badan ini, saya butuh keteguhan hati dan menahan sakit. Setelah melatih miring kanan dan kiri, 9 jam pasca operasi, saya baru diperbolehkan untuk belajar duduk. 24 jam pasca operasi, saya harus mulai turun dari kasur dan belajar jalan.

Hal ini yang membuat saya setuju dengan kalimat 'Mau sesar atau normal, sama sama sakit'. Kelahiran normal sakit ya pas saat melahirkan, sedangkan sesar sakit setelah operasi selesai,

Tapi tambahan untuk sesar, anak saya sudah berumur 5 bulan 8 hari ini, tapi luka sayatan bagian dalam perut saya masih suka berdenyut dan sedikit nyeri. Selain itu, saya juga tidak bisa langsung hamil lagi karena ada kemungkinan luka sayatan pada operasi sebelumnya belum sembuh secara sempurna.

Saya pribadi, tidak masalah bagaimana proses kelahiran masing-masing anak. Toh sama-sama melahirkan anak. Namun yang saya tidak habis pikir adalah kalimat-kalimat, "Ah gak seru kalau lahirannya sesar. Gak kaya lahiran", atau "Udah deh lahiran sesar aja, enak ga sakit" (dengkul mu buuuu.. sakitnya tahan lama), atau "Lw enak sik lahirannya sesar, gak ngerasain sakit".

Intinya sih, apapun pilihan para perempuan untuk melahirkan pasti ada pertimbangannya masing-masing. Dan setiap keputusan tersebut harus didukung agar tercipta proses kelahiran yang menenangkan baik untuk para ibu , bayi dan keluarga.

Komentar

Postingan Populer